PENYEMBUHAN LUKA
(WOUND HEALING)
A.
DEFINISI
Luka adalah hilang atau rusaknya
sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam
atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan
hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini
ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodeling)
jaringan.
B.
JENIS
LUKA
Luka sering digambarkan berdasarkan
bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka.
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu
luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi)
dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% –
5%.
b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih
terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak
selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c) Contamined Wounds (Luka
terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan
operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor
atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya
luka
a) Stadium I : Luka Superfisial
(“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis
kulit.
b) Stadium II : Luka “Partial
Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian
atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c) Stadium III : Luka “Full Thickness”
: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi
tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang
telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.
Gambar 1. Tingkat Kedalaman Luka
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a) Luka akut: yaitu luka dengan masa
penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
Gambar 2. Luka Akut
b) Luka kronis yaitu luka yang
mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan
endogen.
Gambar 3. Luka Kronis
C.
MEKANISME
TERJADINYA LUKA
a. Luka insisi (Incised Wound), terjadi
karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal yang terjadi akibat
pembedahan.
b. Luka memar (Contusion Wound),
terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera
pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi
akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak
tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound),
terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke dalam kulit dengan
diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi
akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound),
yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. bakar (Combustio), yaitu luka akibat
terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik, maupun bahan kimia.
D.
FASE
PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan
alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke
daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal
seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari
kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan.
a. Fase Inflamasi
Fase
inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima..
pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh
akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh
yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena
trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan
jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi
setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi
radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor),
suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas
seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim
hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan
monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan
bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi
pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang
amat lemah.
Gambar 4. Fase Inflamasi
b. Fase Proliferasi
Fase
proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang
belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan
prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi
luka.
Pada fase
ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan
tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat
kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase
ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses
penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan
antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast,
dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol
halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel
basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya
kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi
hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat
bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel
saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya
permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga
akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.
Gambar 5. Fase Proliferasi
c. Fase Penyudahan (Remodelling)
Pada fase
ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan
kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan –
bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh
berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru
menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut
yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat
pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu
menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira
– kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Gambar 6. Fase Remodelling
E.
KLASIFIKASI
PENYEMBUHAN
Penyembuhan luka kulit tanpa
pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan secara
alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan
epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per
secundam intentionem (Latin: sanatio = penyembuhan, per
= melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada).
Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang
baik, terutama kalau lukanya menganga lebar. Jenis penyembuhan yang lain adalah
penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi
bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan
yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka tidak dapat
langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan /atau tidak berbatas
tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering
meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama
sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka
langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi
(debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. Baru selanjutnya
dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut
penyembuhan primer tertunda. Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung
dijahit, dapat diharapkan penyembuhan primer.
F.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih
cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis,
penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan
pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak,
vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan
waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin.
Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan.
Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan
Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume
darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan
nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah.
Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam
sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan
luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau
mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut
diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit
(sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan
nanah (pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan
dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi
dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin
akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam
sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka
mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat
gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid
dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.
Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi
luka.
1) Steroid : akan menurunkan mekanisme
peradangan normal tubuh terhadap cedera.
2) Antikoagulan : mengakibatkan
perdarahan
3) Antibiotik : efektif diberikan
segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik.
Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat
koagulasi intravaskular.
G.
KOMPLIKASI
a.
Komplikasi
Dini
a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat
terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala
dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya
berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan
dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel
darah putih.
b. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu
pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari
pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak
cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin
harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam
setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka
steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin
diperlukan.
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah
komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan
luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah
irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma,
gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi
resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5
hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence
dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang
lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan
perbaikan pada daerah luka.
b.
Komplikasi
Lanjut
Keloid dan
jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan
dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid
yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan
cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.Parut hipertrofik hanya berupa
parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal
dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir
penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid
dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit,
toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,
telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada
mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan
keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan
kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2
kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya
pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari
kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar