REAKSI JARINGAN TERHADAP KELAINAN
DAN
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
PENDAHULUAN
Sebagai seorang mahasiswa yang
selanjutnya akan menjadi seorang dokter, kita harus selalu ingat bahwa pasien
adalah mahluk hidup. Kita akan merasakan manfaat mengetahui reaksi jaringan,
proses patologi suatu kelainan atau penyakit, sehingga akan lebih memahami
manifestasi klinis, radiografi dan laboratorium keadaan yang tidak normal dari
sistem muskuloskeletal yang ditemukan pada pasien. Tentu saja, manifestasi ini
memungkinkan kita membuat diagnosa yang tepat.
REAKSI TERHADAP TULANG
Tulang merupakan suatu jaringan ikat
dengan spesifikasi yang khusus dan bereaksi secara terbatas terhadap suatu
keadaan abnormal. Secara umum, tulang bereaksi terhadap keadaan abnormal
melalui empat cara, yaitu kematian lokal, gangguan deposisi tulang, gangguan
resorpsi tulang dan kegagalan mekanik yaitu fraktur.
Reaksi Umum Tulang
Reaksi umum
tulang terhadap suatu trauma ada dua, yaitu:
- Deposisi tulang yang lebih besar daripada resorpsi
·
Osteopetrosis (Marble bones)
Pada kelainan ini deposisi tulang mungkin normal, tetapi resorpsinya
terganggu sehingga secara keseluruhan deposisi tulang meningkat (Gambar 1).
Gambar
1. Spine anak dengan osteopetrosis (marble bones) menunjukkan pertambahan
densitas radiografi pada seluruh tulang
·
Akromegali
Adanya peningkatan deposisi tulang pada akromegali terjadi akibat
osifikasi intramembran pada periosteum.
- Resorpsi tulang yang lebih besar daripada deposisi
·
Osteoporosis (osteopenia)
Pada osteoporosis deposisi tulang berkurang akibat berkurangnya
pembentukan osteoblas matriks (osteoid) disertai dengan resorpsi yang
meningkat. Sebagai contoh adalah congenital
osteogenesis imperfecta (“fragile
bones”) (Gambar 2), disuse
osteoporosis, steroid-induced osteoporosis, dan postmenopausal osteoporosis.
Gambar
2. Spine anak dengan osteogenesis imperfecta (“fragile bones”) menunjukkan penurunan
densitas radiografi pada seluruh tulang
·
Rakitis pada anak dan osteomalasia pada dewasa
Pada rakitis dan osteomalasia pembentukan matriks normal, tetapi
kalsifikasi matriks berkurang (hipokalsifikasi).
Reaksi Lokal Tulang
Reaksi lokal
tulang terhadap suatu trauma ada dua, yaitu:
- Deposisi tulang yang lebih besar daripada resorpsi
·
Hipertrofi akibat kerja
Akibat tekanan dan tegangan yang berlebihan pada suatu tempat tertentu,
terjadi deposisi lokal pada tulang. Contoh varus
deformity kaki berat yang disangga pada hipertrofi metatarsal ke-lima tepi
lateral kaki (Gambar 3).
Gambar 3. Hipertrofi metatarsal ke-5 kaki anak laki-laki
·
Osteoartritis degeneratif
Tulang di bawah daerah subkondral yang secara intermiten menanggung beban
berlebihan, deposisinya akan meningkat dan terlihat gambaran sklerosis pada
foto rontgen.
·
Fraktur
Periosteum dan endosteum tulang bereaksi terhadap trauma melalui
peningkatan deposisi tulang pada daerah fraktur, serta membentuk jaringan parut
yang merupakan suatu proses penyembuhan.
·
Infeksi
Terjadinya pus di bawah periosteum menyebabkan periosteum terangkat dan
terjadi deposisi tulang yang baru, sebagai akibat reaksi tulang terhadap
infeksi.
·
Neoplasma osteosklerosis
Meningkatnya deposisi tulang juga dapat terjadi akibat suatu neoplasma jinak
(misalnya pada osteoid osteoma)
disebut reactive bone, sedangkan
akibat suatu neoplasma ganas (misalnya osteosarcoma
dan osteoblastic metastases) disebut tumor bone.
- Resoprsi tulang yang lebih besar daripada deposisi
·
Disuse Osteoporosis
(Disuse Atrophy)
Resorpsi tulang terjadi oleh karena anggota gerak kurang
digunakan/digerakkan, misalnya pada imobilisasi yang lama atau akibat adanya
paralisis otot.
Gambar
4. Atrofi metatarsal kaki anak laki-laki sebagai reaksi terhadap penurunan
tekanan dan tarikan pada bagian anterior kaki karena paralisis otot calf
·
Artritis reumatoid
Resorpsi pada keadaan ini disebabkan oleh disuse atrofi akibat gangguan fungsi sendi.
·
Infeksi
Proses inflamasi pada tulang dapat menyebabkan peningkatan resorpsi lokal
tulang yang disebut osteolisis.
·
Tumor osteolitik
Adanya tumor pada tulang (terutama tumor ganas) akan menyebabkan
terjadinya peningkatan resorpsi tulang (osteolisis).
REAKSI TERHADAP LEMPENG EPIFISIS
Lempeng epifisis
mempunyai struktur tulang rawan yang berfungsi dalam pertumbuhan memanjang
tulang.
Reaksi Lempeng Epifisis Yang Bersifat Umum
- Pertumbuhan umum yang berlebihan (Gigantisme)
·
Araknodaktili (sindroma Marfan,
hiperkondroplasia)
Kelainan ini berupa kelainan perkembangan yang dibawa lahir dimana
terjadi pertumbuhan berlebihan dari tulang rawan (hiperkondroplasia) pada semua
lempeng epifisis (Gambar 5).
Gambar 5. Araknodaktili (sindroma Marfan, hiperkondroplasia)
·
Gigantisme pituitari
Gigantisme pituitari terjadi akibat produksi hormon pertumbuhan yang
berlebihan oleh karena gangguan pada hipofisis anterior, misalnya pada adenoma
hipofisis anterior.
- Pertumbuhan umum yang berkurang (Dwarfism)
·
Akondroplasia
Pada akondroplasia terjadi defisiensi pertumbuhan pada semua kartilago
lempeng epifisis (Gambar 6).
Gambar
6. Akondroplasia
·
Dwarfisme pituitari
Pada kelainan ini, dwarfisme (kekerdilan) terjadi akibat defisiensi
hormon pertumbuhan.
·
Rakitis
Pada rakitis terjadi defisiensi kalsifikasi pada daerah kartilago
pra-oseus lempeng epifisis.
Reaksi Lempeng Epifisis Yang Bersifat Lokal
- Pertumbuhan lokal yang berlebihan
·
Inflamasi kronik
·
Hiperemi yang berkepanjangan dekat lempeng
epifisis pada suatu inflamasi kronik, akan memberikan rangsangan pertumbuhan
lokal. Fenomena ini ditemukan pada osteomielitis kronis (Gambar 7) dan artritis
reumatoid.
Gambar
7. Osteomielitis kronis pada tibia kanan karena hiperemi yang berkepanjangan
·
Fraktur bergeser
Pada fraktur bergeser, arteri yang berfungsi untuk nutrisi pada ujung
epifisial batang tulang terganggu. Selanjutnya dapat terjadi hiperemi
kompensatoris temporer yang merupakan stimulasi bagi pertumbuhan lokal.
·
Kelainan arterio-venosa bawaan
Pada kelainan arterio-venosa bawaan, hiperemi dapat pula terjadi akibat
malformasi arterio-venosa, yang merupakan stimulasi bagi pertumbuhan lempeng
epifisis yang bersangkutan.
- Pertumbuhan lokal yang berkurang
·
Disuse
retardation
Disuse retardation terjadi bila
anggota gerak tidak dimanfaatkan secara normal dalam jangka waktu tertentu,
misalnya pada suatu imobilisasi yang lama, atau paralisis durasi lama yang
parah berhubungan dengan penurunan tekanan intermiten disebabkan retardasi
pertumbuhan tungkai (Gambar 8).
Gambar 8. Paralisis residual yang parah dari poliomielitis
·
Trauma fisik
Trauma fisik pada daerah epifisis tertentu (akibat aktivitas yang
berlebihan), dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
·
Trauma termal
Epifisis dapat mengalami trauma lokal panas (burns) atau dingin (frostbite)
yang menyebabkan gangguan pertumbuhan.
·
Iskemia
Iskemia pada pembuluh darah epifisis akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan lempeng epifisis.
·
Infeksi
Bila terjadi infeksi pada daerah dekat epifisis, maka
akan terjadi kondrolisis, terutama disebabkan oleh Staphylococcus.
- Pertumbuhan memutar tulang
Apabila terjadi trauma yang bersifat twisting (putaran/puntiran) maka akan
terjadi gangguan pertumbuhan sesuai dengan arah putaran tersebut.
REAKSI TERHADAP SENDI SINOVIAL
Reaksi Tulang Rawan Sendi
Tulang
rawan sendi tidak mengandung pembuluh darah, limfe serta saraf dan bereaksi terhadap
suatu kelainan melalui tiga cara, yaitu:
- Destruksi
Kemampuan regenerasi tulang rawan sendi sangat terbatas
dan merupakan hal yang serius bila terjadi destruksi pada tulang rawan sendi.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi yaitu
artritis reumatoid, infeksi tulang, ankilosing spondilitis, tekanan yang terus
menerus pada permukaan tulang rawan yang mengakibatkan nekrosis tekanan, injeksi
intra-artikular Hydrocortisone.
- Degenerasi
Dalam keadaan normal, terjadi degenerasi progresif
secara perlahan-lahan pada permukaan tulang rawan sendi akibat proses penuaan.
Proses degenerasi yang abnormal terjadi apabila ada proses penuaan tulang rawan
yang dini atau bila sebelumnya telah terjadi kerusakan tulang rawan oleh sebab
apapun. Degenerasi dapat pula terjadi akibat ketidakrataan permukaan sendi oleh
suatu sebab.
- Proliferasi perifer
Artikular perifer kartilago ditutupi oleh perikondrium
yang berlanjut dengan membran sinovial. Degenerasi daerah pusat kartilago dengan gerakan yang
terus menerus, proliferasi perikondrium perifer dan menghasilkan ring perifer.
Reaksi Lapisan Sinovia
Lapisan
sinovia bereaksi terhadap suatu trauma melalui tiga cara, yaitu:
- Efusi sinovia
Dalam keadaan normal, lapisan sinovia memproduksi cairan sinovia.
Produksi cairan yang berlebihan dalam bentuk cairan serosa, purulen atau darah
dapat terjadi bila terdapat kelainan lapisan sinovia.
- Hipertrofi sinovia
Kelainan pada sinovia dapat menyebabkan hipertrofi sinovia.
- Adhesi sendi
Selain terjadi efusi sendi dan hipertrofi sinovia, selanjutnya dapat
terjadi adhesi antara lapisan sinovia dengan sendi atau antara lapisan sinovia
dengan tulang rawan.
REAKSI KAPSUL DAN LIGAMEN SENDI
Reaksi yang
dapat terjadi pada suatu kelainan kapsul dan ligamen sendi adalah:
- Kelemahan sendi (joint laxity)
Kelemahan pada sendi dapat terjadi oleh beberapa kemungkinan:
·
Kelemahan sendi bawaan
Kelainan ini terjadi sejak lahir berupa kelemahan sendi yang menyeluruh.
·
Trauma
Trauma dapat menyebabkan robekan pada kapsul/ligamen dan dapat
menimbulkan subluksasi/dislokasi sendi.
·
Infeksi
Apabila terjadi infeksi pada sendi, maka kemungkinan dapat terjadi
kerusakan pada kapsul sendi sehingga terjadi dislokasi sendi.
- Kontraktur sendi
Kelemahan sendi dapat terjadi oleh karena beberapa hal, yaitu:
·
Kontraktur sendi bawaan
Pada keadaan ini, kontraktur terjadi setelah lahir, misalnya pada clubfoot (Talipes Equinovarus).
Gambar 9. Congenital
clubfeet
·
Infeksi
Setelah suatu infeksi dapat terjadi fibrosis serta pembentukan jaringan
parut pada kapsul sendi yang mengakibatkan terjadinya kontraktur sendi.
·
Artritis kronik
Pada keadaan ini, kontraktur terjadi akibat peradangan sendi yang kronik,
misalnya pada artritis reumatoid atau kelainan degeneratif pada sendi.
·
Kontraktur otot
Adanya iskemia otot, ketidakseimbangan otot atau spasme otot yang
berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya kontraktur otot.
REAKSI TERHADAP OTOT
Reaksi otot
terhadap suatu trauma meliputi:
·
Disuse
atrofi
Pada keadaan ini, atrofi terjadi apabila otot tidak dipergunakan secara
normal dalam jangka waktu tertentu (Gambar 10).
Gambar
10. Disuse atrofi otot lengan kiri
karena kekakuan bahu kiri akibat fraktur intra-artikular dengan imobilisasi
yang lama
·
Hipertrofi kerja
Bila otot dilatih untuk suatu ketahanan tertentu atau dipergunakan secara
berlebihan, maka dapat terjadi hipertrofi otot (Gambar 11).
Gambar 11. Hipertrofi otot karena latihan
·
Nekrosis iskemia
Penyumbatan arteri otot, baik oleh karena spasme yang terus menerus,
trombosis atau emboli dalam jangka waktu 6 jam dapat menyebabkan nekrosis otot.
·
Kontraktur
Apabila terjadi pemendekan otot dalam jangka waktu tertentu, maka dapat
terjadi kontraktur otot. Kontraktur juga dapat terjadi akibat penyakit –
penyakit tertentu, misalnya pada poliomielitis, muskular distrofi dan cerebral palsy.
Gambar
12. Kontraktur otot karena kerusakan vaskular karena fraktur humerus
suprakondilar
·
Regenerasi
Bila terjadi kelainan pada otot, maka terjadi regenerasi serabut otot
dalam batas – batas tertentu.
DEFORMITAS MUSKULOSKELETAL
Tipe dan Jenis Deformitas Tulang
Deformitas yang
dapat terjadi pada tulang, meliputi:
·
Ketidaksejajaran tulang (loss of alignment)
Tulang panjang dapat mengalami gangguan dalam kesejajaran (alignment) oleh karena terjadi
deformitas torsional atau deformitas angulasi.
Gambar 13. Deformitas angulasi tibia kanan bagian atas
·
Abnormalitas panjang tulang (abnormal length)
Kelainan panjang pada tulang dapat berupa tulang memendek/menghilang sama
sekali atau panjangnya melebihi normal.
Gambar
14. Ketidaksesuaian panjang tungkai disebabkan terhambatnya pertumbuhan lempeng
epifisis tungkai bawah kiri
·
Pertumbuhan abnormal tulang (bony outgrowth)
Abnormalitas pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat adanya kelainan pada
tulang, misalnya osteoma atau osteokondroma.
Gambar
15. Deformitas sisi medial lutut kanan disebabkan oleh osteokondroma (osteocartilaginous exostosis)
Penyebab deformitas tulang
·
Pertumbuhan abnormal tulang bawaan
Kelainan bawaan pada tulang dapat berupa aplasia, displasia, duplikasi
atau pseudoartrosis.
·
Fraktur
Deformitas juga dapat terjadi akibat kelainan penyembuhan fraktur berupa mal-
union atau non-union. Kelainan lain yaitu fraktur
patologis dimana fraktur terjadi karena sebelumnya sudah ada kelainan patologis
pada tulang.
·
Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis
Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis baik oleh trauma maupun oleh
kelainan bawaan, dapat menyebabkan deformitas tulang.
·
Pembengkokan abnormal tulang (bending of abnormally soft bone)
Pada keadaan tertentu dapat terjadi pembengkokan tulang, misalnya pada
penyakit metabolik tulang yang bersifat umum, rakitis dan osteomalasia.
·
Pertumbuhan berlebih pada tulang matur (overgrowth of adult bone)
Pada kelainan yang disebut penyakit Paget (osteitis deformans), terjadi
penebalan tulang. Kelainan ini dapat pula terjadi pada osteokondroma dimana
terjadi pertumbuhan lokal (Gambar 15).
Tipe dan Jenis Deformitas Sendi
Deformitas pada
sendi dapat berupa:
·
Bergesernya sendi
Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya
sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut
dislokasi.
Gambar
16. Anak perempuan berusia 2 tahun, sendi panggul kiri bergeser lengkap sejak
lahir dan tidak stabil
·
Mobilitas sendi yang berlebihan (excessive mobility of the joint)
Kapsul dan ligamen sendi merupakan jaringan fibrosa yang berfungsi
mengamankan sendi dari gerakan yang abnormal. Apabila terdapat kelemahan (laxity) kapsul/ligamen oleh karena suatu
sebab, maka akan terjadi kecenderungan hipermobilitas sendi.
Gambar 17. Mobilitas sendi yang berlebihan
·
Mobilitas sendi yang berkurang (restricted mobility of the joint)
Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi oleh karena salah satu
sebab, sehingga kemampuan pergerakan sendi kurang dari normal.
Gambar 18. Anak laki-laki 12 tahun dengan deformitas fleksi
lutut bilateral
Penyebab deformitas sendi
·
Pertumbuhan abnormal sendi bawaan
Gangguan stabilitas sendi dapat terjadi sejak lahir, misalnya pada
dislokasi panggul bawaan (congenital
dislocation of the hip) atau fibrosis pada jaringan sekitar sendi misalnya
pada artrogriposis multipel kongenital.
·
Dislokasi akuisita
Dislokasi sendi dapat pula terjadi secara akuisita (didapat), baik oleh
karena trauma (yang mengakibatkan robekan pada ligamen), infeksi tulang atau
oleh karena instabilitas sendi.
·
Hambatan mekanik
Pada osteoartritis atau fraktur intra-artikuler, permukaan sendi menjadi
iregular sehingga terjadi ketidaksesuaian (incongruous)
permukaan sendi dan dapat menimbulkan gangguan gerakan sendi akibat adanya blok
yang bersifat mekanis.
·
Adhesi sendi
Pada suatu infeksi misalnya pada penyakit – penyakit artritis septik,
artritis reumatoid maka dapat terjadi adhesi pada sendi yang bersangkutan.
·
Kontraktur otot
Deformitas sendi dapat pula disebabkan oleh kontraktur otot misalnya
akibat spasme otot yang berkepanjangan atau pada iskemia Volkmann.
·
Ketidakseimbangan otot
Ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan deformitas sendi, misalnya pada
penyakit poliomielitis, paralisis yang bersifat flaksid/spastik dan pada
paralisis serebral.
·
Kontraktur fibrosa dari fasia dan kulit (fibrous contractures of fasciaand skin)
Deformitas sendi dapat pula terjadi akibat kontraktur fasia dan kulit,
baik kontraktur akibat adanya jaringan parut pada kulit/fasia oleh karena suatu
sebab, misalnya kombustio atau oleh kontraktur Dupuytren.
Gambar 19. Kontraktur Dupuytren
fasia palmar
·
Tekanan ekternal
Tekanan yang terus menerus pada sendi pada satu sisi tertentu akan
memberikan trauma pada sisi tersebut dan akan mengakibatkan gangguan sendi.
·
Deformitas sendi yang tidak jelas kausanya
Dalam kelompok ini dimasukkan deformitas sendi yang kausanya tidak
diketahui, misalnya skoliosis.
DAFTAR PUSTAKA
Salter, R.B., 1999, Reactions of Musculoskeletal
Tissues to Disorders and Injuries in Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System, 3rd Ed., Williams & Wilkins, p.29 - 48,
138, 297
Tidak ada komentar:
Posting Komentar