nyawa ku yakin bisa

Selasa, 14 Februari 2012

Pengntar Gerontik




Pengntar Gerontik
Abstrak
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Menurut UU No.4 tahun 1965: “Seorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.”  ‘Menua’/menjadi tua=aging adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
. Perawatan lanjut usia bertujuan mempertahankan kesehatan dan kemampuan lanjut usia dengan jalan perawatan peningkatan/promotif, pencegahan/preventif serta membantu mempertahankan dan membesarkan semangat hidup mereka, selanjutnya perawatan menolong dan merawat lanjut usia yang menderita penyakit dan gangguan tertentu (Depkes RI, 1982). Peran perawat, yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan dalam menghadapi peningkatan jumlah lansia yang terjadi dewasa ini beserta aspek-aspek yang menyertainya, karena di abad ke-21 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan meningkat dengan cepat dan mereka juga secara potensial dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok penduduk lainnya. Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu pengetahuan, terutama karena kemajuan ilmu kedokteran, mampu meningkatkan umur harapan hidup (life expectancy).  Akibatnya jumlah orang yang lanjut usia akan bertambah dan ada kecenderungan akan meningkat lebih cepat (Nugroho,1992).  Dengan meningkatnya harapan hidup, perlu diwaspadai kemungkinan peningkatan jumlah orang yang menderita cacat dan pada manusia lansia (manula; usia diatas 65 tahun) sering dijumpai berbagai gangguan, diantaranya: gangguan daya ingat(memori), gangguan kecerdasan (kognitif), gangguan fungsi gerak dan rasa, serta gangguan keseimbangan dan koordinasi.          Fungsi keperawatan pada bentuk keperawatan akut, keperawatan waktu lama, dan keperawatan di masyarakat adalah berbeda, tergantung menurut keperluannya (Hardywinoto & Setiabudhi).  Pelayanan kesehatan pada lanjut usia berbeda dengan pelayanan kesehatan pada golongan populasi lain, karena pada lanjut usia penyakit yang diderita berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain. Untuk itu diperlukan suatu proses keperawatan, yang dalam hal ini perlu dilaksanakan karena alasan meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan.
Bertambahnya jumlah penduduk berusia lanjut akan menimbulkan berbagai masalah meliputi masalah medis teknis, mental psikologis dan sosial ekonomi. Kebutuhan pelayanan kesehatan pada usia lanjut daripada usia lain. Selain terjadinya perubahan pola penyakit ke pola penyakit degeneratif, proses penyembuhannya sendiri memerlukan waktu lebih lama.
Penanganan penyakit pada usia lanjut bersifat khusus, hal itu karena penyakit pada usia lanjut biasanya tidak berdiri sendiri (multipatologi), fungsi organ tubuh sudah menurun, rentan terhadap penyakit atau stress, lebih sering memerlukan rehabilitasi yang tepat. Oleh karena itu, kelompok usia lanjut memerlukan perhatian dan upaya khusus di bidang kesehatan.
Permasalahan yang dialami para lansia adalah mereka mengalami banyak gangguan kesehatan sehubungan dengan bertambahnya usia. Karena bila berbicara tentang menjadi tua, maka kemunduranlah yang akan paling banyak dikemukakan.  Tetapi disamping itu, ada sesuatu yang dapat dikatakan justru meningkat dalam proses menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang, yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah pada masa menua (Nugroho, 1992).  Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan kesehatan Lanjut Usia adalah upaya perawatan.  Tetapi sampai sejauh ini belum terlihat peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan dalam mengahadapi peningkatan jumlah lansia dengan segala permasalahannya.
Kesehatan lansia meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial lansia dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Untuk itu diperlukan adanya suatu proses keperawatan, yang merupakan penerapan metode pemecahan masalah ilmiah kepada masalah-masalah kesehatan/keperawatan pasien, merencanakan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara sistematis serta menilai hasilnya (Depkes RI, 1994).  Apabila peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan sudah dapat dilaksanakan dengan baik, maka ia dapat dikatakan telah menjalankan sebagian dari peran dan fungsinya sebagai perawat profesional .  Sebagai pelaksana asuhan keperawatan pada klien lansia, perawat perlu menguasai gerontologi (ilmu yang mempelajari masalah lanjut usia) dengan baik (Nugroho, 1992).
Peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan terhadap lanjut usia adalah sangat penting mengingat tenaga kesehatan yang selama 24 jam harus berada di sisi pasien adalah tenaga keperawatan (Depkes RI, 1994).  Namun dengan adanya keterbatasan sumber daya perawat dalam hal pengetahuan (intelectual) dan keterampilan (skill) dalam memberikan pelayanan kepada lanjut usia, menjadi penyebab utama bagi perawat dalam melaksanakan perannya dengan baik dan secara profesional. Untuk itu perawat harus terus belajar guna menambah   pengetahuannya akan ilmu di bidang kesehatan, khususnya dibidang keperawatan untuk  melaksanakan asuhan keperawatan kepada lanjut usia sekaligus untuk menyongsong persaingan di era globalisasi dalam upaya menunjukkan perannya sebagai perawat profesional. Dalam melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan, perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocat, communicator serta rehabilitator, dalam hal ini khususnya kepada para lanjut usia dengan menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan, yang  bukan hanya sebagai teori yang hanya perlu dipelajari dan dimengerti, namun juga harus dipraktekkan dalam bentuk pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia.

TEORI-TEORI TENTANG PROSES PENUAAN 
Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah dimulai saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses berkelanjutan, belum tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua.  Sebab individu memiliki perbedaan yang unik terhadap genetik, sosial, psikologik, dan faktor-faktor ekonomi yang saling terjalin dalam kehidupannya menyebabkan peristiwa menua berbeda pada setiap orang.  Dalam sepanjang kehidupannya, seseorang mengalami pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional yang  bisa melemahkan kemampuan seseorang untuk memperbaiki atau mempertahankan dirinya.  Akhirnya periode akhir dari hidup yang disebut senescence terjadi saat organisme biologik tidak dapat menyeimbangkan lagi mekanisme “Pengerusakan dan Perbaikan”.

a.      Batasan-batasan Lansia
Batasan seseorang dikatakan Lanjut usia masih diperdebatkan oleh para ahli karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang saling mempengaruhi sebagai indikator dalam pengelompokan usia lanjut. Proses penuaan berdasarkan teori psikologis ditekankan pada perkembangan. World Health Organization (WHO) mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :
1.      Middle Aggge (45-59 tahun)
2.      Erderly (60-74 tahun)
3.      Old (75-90 tahun)
4.      Very old (> 91 tahun)
Menurut Birren dan Renner dalam Johanna E.P (1991; 75) usia biologis dapat diberi batasan sebagai suatu estimasi posisi seseorang dalam hubungannya dengan potensi jangka hidupnya. Menurut Eisdoefer dan Wilkie dalam Johanna, EP (1993, 75) mengatakan bahwa usia biologis adalah proses genetik yang berhubungan waktu, tetapi terlepas dari stres, trauma dan penyakit. Seseorang dikatakan muda secara biologis apabila secara kronologis tua, tetapi organ-organ tubuhnya, seperti jantung, ginjal, hati, saluran pencernaan, tetap berfungsi seperti waktu muda.
Usia psikologis adalah kapasitas individu untuk adaptif dalam hal ingatan, belajar, intelegnsi, keterampilan, perasaan, motivasi dan emosi. Apabila hal ini masih baik dan stabil dapat dikatakan secara psikologis ia masih dewasa.
Usia sosial menekankan peran dan kebiasaan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab di mayarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan :
1.    Herediter
2.    Nutrisi
3.    Status Kesehatan
4.    Pengalaman hidup
5.    Lingkungan
6.    Stress

b.      Proses penuaan
1.      Pengertian
Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi “ketidakmampuan” dan bahkan kematian (Cox, 1984).
2.      Teori-teori Proses Penuaan
a.       Teori Biologi
1)      Perubahan biologi yang berasal dari dalam (intrinsik)/ Teori Genetika
a)      Teori jam biologi (Biological clock theory). Proses menua dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan dari dalam. Umur seseorang seolah-olah distel seperti jam.
b)      Teori menua yang terprogram (program aging theory), sel tubuh manusia hanya dapat membagi diri sebanyak 50 kali.
c)      Teori Mutasi (somatic mutatie theory), setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
d)     The Error Theory, “Pemakaian dan rusak” kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
2)      Perubahan biologik yang berasalah dari luar/ekstrinsik (Teori Non Genetika).
a)      Teori radikal bebas, meningkatnya bahan-bahan radikal bebas sebagai akibat  pencemaran lingkungan akan menimbulkan perubahan pada kromosom pigmen dan jaringan kolagen.
b)      Teori imunlogi, perubahan jaringan getah bening akan mengakibatkan ketidakseimbangan sel T dan terjadi penurunan fungsi sel-sel kekebalan tubuh, akibatnya usia lanjut mudah terkena infeksi.
b.      Teori Psikologik
1)      Maslow Hierarchy Human Needs Theory.
Teori Maslow mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia yang meliputi 5 hal (kebutuhan biologik, keamanan dan kenyamanan , kasih sayang, harga diri,  dan aktualisasi diri.
2)      Jung’s Theory of invidualism
Teori individualism yang dikemukakan Carl Jung (1960)  mengungkapkan perkembangan personality dari anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa pertengahan hingga dewasa tua (lansia) yang dipengaruhi baik dari internal maupun eksternal.
3)      Course of Human Life Theory
Chorlotte Buhler juga merupakan penganut teori psikologik dengungkapkan bawa teori perkembangan dasar manusia yang difokuskan pada identifikasi pencapaian tujuan hidup seseorang dalam melalui fase-fase perkembangan.
4)      Eight Stages of Life Theory
Teori “Eight Stages of Life” yang dikemukakan Erikson (1950) adalah suatu teori perkembangan psikososial yang terbagi atas 8 tahap, yang mempunyai tugas dan peran yang perlu diselesaikan dengan baik :
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Tahap VII
Tahap VIII

Masa bayi à timbul kepercayaan dasar (basic trust)
Tahap penguasaan diri (autonomi)
Tahap inisiatip
Timbulnya kemauan untuk berkarya (Industriousness)
Mencari identitas diri (Identy)
Timbulnya keintiman (Intimacy)
Mencapai kedewasaan (generativity)
Memasuki usia lanjut akan mencapai kematangan kepribadian (ego Integrity), dia merupakan orang yang memiliki integritas dalam kepribadian sehingga mampu berbuat untuk kepentingan umum. Kegagalan pada tahap ini akan menyebabkan cepat putus asa.
             Demikian juga dengan teori “Developmental Task” yang dikemukakan Havighurst (1972) bahwa masing-masing individu melalui tahap-tahap perkembangan secara spesifik dan terjadi variasi/perbedaan antara individu satu dengan lainnya.
Tahap perkembangan ini harus dilalui dengan baik sehingga individu akan merasakan kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.

Peran Perawat pada klien lansia sesuai Proses Penuaan.
Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang membutuhkan suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan suatu upaya penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat terjadi pada lansia. Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep dan strategi pelayanan kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang sangat penting dalam hal ini tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur pelaksana.
Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan untuk merawat lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
1)        Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).
Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yagn dialami oleh lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya.
Perawatan fisik ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.       Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya sehari-hari bisa dipenuhi sendiri.
b.      Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Disinilah peran perawat teroptimalkan, terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya, dan untuk itu perawat harus mengetahui dasar perawatan bagi pasien lansia.
Peran perawat dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat  perhatian. Selain itu kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan infeksi dari luar. Untuk para lansia yang masih aktif, peran perawat sebagai pembimbing mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidir, hal makanan, cara mengkonsumsi obat, dan cara pindah dari kursi ke tempat tidur atau sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan secara rutin akan sangat penting dipertahankan pada lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena adanya potensi kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.

2)        Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.
Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial sebagai salah satu upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul dengan sesama usila. Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran dan memberikan kebahagiaan karena masih ada orang lain yang mau bertukar pikiran serta menghidupkan semangat sosialisasi. Hasil kunjungan ini dapat dijadikan pegangan bahwa para lansia tersebut adalah makluk sosial juga, yang membutuhkan kehadiran orang lain.
3)        Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.
Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan bantuan orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang akrab. Peran perawat disini melakukan suatu pendekatan psikis, dimana membutuhkan seorang perawat yang memiliki kesabaran, ketelitian dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai keluhan agar para usila merasa puas.
Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat harus menciptakan suasana aman, tenang dan membiarkan klien lansia melakukan atau kegiatan lain yang disenangi sebatas kemampuannya. Peran perawat disini juga sebagai motivator atau membangkitkan kreasi pasien yang dirawatnya untuk mengurangi rasa putus asa, rendah diri, rasa terbatas akibat ketidak mampuannya. Hal ini perlu dilakukan karena bersamaan dengan makin lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis yang antara lain menurunnya daya ingat akan peristiwa yang baru saja terjadi, perubahan pola tidur dengan kecenderungan untuk tiduran di siang hari dan pengeseran libido.
Mengubah tingkah laku dan pandangan terhadap kesehatan lansia tidak dapat dilakukan seketika. Seorang perawat harus melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap serta mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilalui tidak menambah beban tetapi justru tetap memberikan rasa puas dan bahagia.

Penutup
Sejalan dengan program peningkatan Sumber Daya Manusia seluruh masyarakat Indonesia, maka peran perawat yang diintervensikan terhadap para lansia meliputi konsep pembinaan kesehatan terpadu, terarah, kontinu dan memiliki jangkauan yang seluas-luasnya. Hal ini sejalan dengan proses penuaan yang terjadi pada lansia baik secara proses biologik, sosiologik maupun psikologik yang memerlukan suatu pendekatan yang komprehensif dan memandang lansia secara holistik.
Peran perawat dalam konsep pembinaan ini meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, adapun upaya pelayanan disesuaikan dengan keadaan lansia dengan penekanan pada upaya pelayanan promotif dan preventif. Kegiatan promotif dan preventif lebih dititik beratkan pada penyuluhan kesehatan, pencegahan cedera, peningkatan kesadaran hidup sehat dengan terapan tercapainya pola dan perilaku yang selalu mengarah pada hidup sehat dan sejahtera.

Daftra Pustaka



Annette G. Lueckenotte, 1996. Gerontologic Nursing, Saint Louis Mosby Year Book. Inc.
Barbara C. Long, 1989. Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Saint Louis. Mosby Year Book. Inc.

Darmojo, Boedhi dan Martono Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri     (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).  Jakarta: FKUI.

Depkes RI. 1994. Konsep dan Proses Keperawatan.  Jakarta: PPNI.


Effendy Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakar-ta: EGC

Hardywinoto dan Setiabudhi, Tony. 1999.  Panduan Gerontologi; Tinjauan dari Berbagai Aspek.  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Philadelphia Lippincott Company.

Lueckenotte, 1998. Pengkajian Gerontologi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Wahjudi Nugroho, 1992.  Perawatan Lanjut Usia. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar