ABSTRAK
Para ahli kesehatan menyatakan bahwa merokok merupakan perilaku yang
berbahaya, merokok sama dengan mencari mati. Meski semua orang tahu akan bahaya
yang ditimbulkan akibat merokok. Perilaku merokok saat ini merupakan kebiasaan yang sangat
wajar dipandang oleh anggota masyarakat Indonesia. Perilaku
merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat
ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari
di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap
saat dapat disaksikan dan dijumpai orang yang sedang merokok., bahkan dilingkungan
pendidikan, khususnya kampus yang seharusnya bebas dari asap rokok.
Perilaku merokok dilihat
dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun
orang disekelilingnya. Dilihat
dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti
nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan
syaraf pusat dan susunana syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah
meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai
penyakit lain (Komalasari
& Helmi, 2000). Beberapa berdasarkan Center for the Advancement of health
(Wulandari, 2007), contoh
penyakit yang disebabkan oleh kandungan di dalam rokok yaitu kanker paru-paru,
bronkitis, penyakit-penyakit kardiovaskular, berat badan lahir rendah, dan
keterbelakangan. Bahkan pada bungkus rokok pun terdapat seruan bahwa merokok
dapat merugikan kesehatan dan dikatakan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker,
impotensi, jantung, gangguan kehamilan dan janin. Hal ini menunjukkan betapa
rokok memiliki resiko yang sangat tinggi bagi kesehatan.
Dilihat dari sisi
ekonomi, merokok pada dasarnya ‘membakar uang’ apalagi jika hal tersebut
dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Safarino menyatakan bahwa merokok menimbulkan
dampak negatif
bagi perokok pasif. Resiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya
daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat
rendah (Komalasari & Helmi, 2000).
Penelitian mengenai
perilaku merokok telah banyak dilakukan sejak tahun 1950an sejalan dengan
semakin berkembangnya kesadaran mengenai kesehatan. Sejak saat itu, dapat
disimpulkan bahwa ,merokok adalah faktor yang dapat menyebabkan dan mempercepat
kematian. Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku merokok
tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan kegiatan yang ‘fenomenal’.
Artinya, meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok
bukan semakin menurun tetapi semakin meningkat.
Hasil studi yang
dipimpin oleh Dr Anne Coleman, profesor ophthalmology dari Jules Stein Eye
Institute, University of California, Los Angeles (UCLA) ini dipublikasikan
dalam American Journal of Ophthalmology (1995). Penyakit AMD adalah penyakit yang menyebabkan
penglihatan buyar dan gelap hingga akhirnya kemampuan membaca, menyetir dan
mengenali orang menjadi berkurang bahkan hilang. Penyakit yang menyerang bagian
makula (inti retina) ini sangat progresif dan menurunkan kualitas hidup. Merokok
adalah faktor kedua yang paling berisiko menyebabkan AMD selain faktor
pertamanya yang tidak dapat dicegah, yakni penuaan. Dalam studinya, Coleman
menghubungkan antara pengaruh merokok terhadap risiko AMD di kemudian hari.
Sebanyak 2.000 wanita dan pria berusia 78 hingga 83 tahun disurvei mengenai
kebiasaanya merokok dan diminta melakukan tes untuk mengetahui risiko penyakit
AMD. Hasilnya adalah secara keseluruhan para perokok memiliki risiko penyakit
AMD 11 persen lebih tinggi dibanding partisipan yang tidak merokok pada usia
yang sama. Khusus partisipan yang berusia di atas 80 tahun, penyakit AMD
cenderung berkembang 5,5 kali lipat lebih tinggi pada partisipan yang punya
kebiasaan merokok. Secara sederhana, rokok meningkatkan risiko AMD dengan cara
mengurangi level antioksidan dalam darah dan mengubah aliran darah ke mata
serta mengurangi jumlah pigmentasi dalam retina.
Dari uraian
diatas, maka penulis tertarik untuk membahas masalah yang difokuskan pada kasus
perilaku merokok untuk menambah kasanah ilmu pengetahuan
terutama pada bidang psikologi klinis dan mengeksplorasi lebih dalam tentang perilaku merokok.
A. Pengertian Perilaku Merokok
Bermacam-macam
bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi stimulus yang
diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati adalah
perilaku merokok. Merokok merupakan hal yang biasa dilihat di berbagai tempat
dan kesempatan. Kebiasaan merokok dilakukan oleh orang dewasa dan ternyata
telah merambah juga ke dunia anak-anak. Pengertian Merokok menurut Sitepoe
(2000) adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan
rokok maupun menggunakan pipa. Sedangkan Poerwadarminta (1995) mendefinisikan
merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan
tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas. Subanada (2004) menyatakan
merokok adalah sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok,
namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu
sendiri maupun orang-orang disekitarnya.
Armstrong
(1990) mendefinisikan merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke
dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Pendapat lain dari Levy (1984)
menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorng berupa
membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh
orang-orang di sekitarnya.
Menurut
Sumarno (Mulyadi, 2007) menjelaskan cara merokok yang lazim dibedakan menjadi
dua cara yaitu cara yang pertama dengan menghisap dan menelan asap rokok ke
dalam paru-paru kemudian dihembuskan. Cara yang kedua dilakukan dengan lebih
moderat yaitu hanya menghisap sampai mulut kemudian dihembuskan melalui mulut
atau hidung. Perilaku merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dapat
merugikan kesehatan dan menyebabkan ketergantunagn pada perokok. Menurut Ogawa
(Ulhaq, 2008) dahulu rokok disebut sebagai “kebiasaan” atau “ketagihan”. Dewasa
ini, merokok disebut sebagai “Tobacco Depedency”
atau ketergantungan pada tembakau. Ketergantungan pada tembakau atau tobacco
dependence didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap,
biasanya lebih dari ½ bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres
yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.
Berdasarkan
uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu
aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh
orang-orang disekitarnya serta dapat
menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang
disekitarnya.
B.
Ayat Al-Qur’an
Hukum perilaku merokok ini masih pro dan kontra.
Terdapat 3 kelompok dengan hukumnya, antara lain:
1.
Tidak tahu dan tidak mau tahu.
2.
Tidak mengharamkan, atau setidaknya makruh. Alasannya:
tidak ada nash/hukumnya yang jelas/pasti, baik dalam Al Qur’an maupun As
Sunnah/ Al Hadist. Seperti misalnya babi, darah, bangkai, dll.
3.
Mengharamkan.
Alasan kelompok yang mengharamkan merokok, adalah
berdasarkan Al Qur’an:
(Al-Qur’an surat
Al-A’raaf ayat 157)
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan
yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Al-Qur’an surat Al-Baqarah
ayat 195)
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan , dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
(Al-Qur’an Surat An-nisa ayat 29)
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu : sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
(Al-Qur’an Surat Al-isra Ayat 26-27)
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros. Sesungguhnya pemborosan itu adalah saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada Allah”
Selain itu, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasullulah SAW bersabda: barang siapa
menegak racun dan ia mati karenanya : racun ditangannya itu akan terus
melakukan hal serupa di api neraka selama-lamanya. Pendapat penganut
Mahzab Imam Hanafi menyatakan
bahwa setiap perokok memahami dengan baik bahwa asap
rokok sangat berbahaya dan tidak memiliki manfaat sedikitpun. Dengan demikian
maka rokok dapat difatwakan haram. Tembakau adalah seburuk-buruknya tumbuhan.
Tembakau bisa melumpuhkan keadaan diri dan financial. Seorang yang memilkiki
harga diri dan wibawa tidak akan pernah menggunakannya. Pasalnya, berdasarkan
sensus social nasional 2004, usia perokok terus bergeser ke usia yang semakin
kecil. Kalau di tahun 1970 perokok termuda adalah usia 15 tahun, di tahun 2004
kelompok perokok sudah masuk ke usia 5 tahun dengan angka perokok aktif usia
5-9 tahun mencapai 1,8 persen (dalam Mahzab Imam Syafi’i).
Kelompok yang
menganggap merokok sebagai salah satu hal yang buruk, terutama bagi kesehatan,
sehingga dianggap sebagai perbuatan yang menganiaya diri sendiri dan menuju
kebinasaan. Hal ini terkait dengan kedua ayat Al Qur’an di atas. Karena dari
sekitar 4000 bahan kimia yang terkandung dalam sebatang rokok , sekitar 400 nya
adalah zat-zat yang berbahaya dan sekitar 40 jenisnya adalah racun yang
mematikan. Demi Allah yang meciptakan tembakau, 2 tetes nikotin murni bisa membunuh orang dewasa yang menelannya . Arsenik, racun yang sangat mematikan dan
sering digunakan untuk membunuh, secara nyata ada di dalam rokok. Hidrogen sianida, racun yang digunakan
tentara Hitler untuk membunuh jutaan orang Yahudi di kamp kamp konsentrasi,
juga ada dalam rokok. Tidak hanya itu , DDT (racun pembunuh serangga/
hama), aseton (pembersih cat kuku), Ammoniak , Butane (bahan bakar korek
api), ethyl alcohol, dan masih banyak
lagi , semuanya ada dalam rokok (Rahmad, 2005).
Tidak ada seorangpun pakar kimia dan kesehatan di dunia yang menyangkal
bahaya rokok terhadap kesehatan manusia. Dengan demikian, maka merokok termasuk kategori tahlukha (perbuatan buruk yang
membahayakan/ membinasakan, sehingga layak dikategorikan sebagai perbuatan
haram). Membeli rokok, berarti membelanjakan harta untuk sesuatu hal yang
dinilai buruk, karena menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan yaitu membahayakan kesehatan.
Allah berfirman Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan. Maknanya janganlah
kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah dari ayat di
atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam
kebinasaan.
Dalil As-Sunah yaitu
hadis shahih dari Rasulullah SAW, menyatakan bahwa beliau melarang
menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya
kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa
mengalokasikan harta dgn membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada
hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang
mengandung kemudharatan. Dalil yang lain bahwasanya Rasulullah SAW bersabda
bahwa tidak diperbolehkan membahayakan diri sendiri dan tidak diperbolehkan
pula membahayakan orang lain. {HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340}.
Jadi menimbulkan
bahaya sama artinya dengan meniadakan syari’at baik terhadap badan akal ataupun
harta. Sebagaimana sesuai bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan
harta. Selain itu, yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan
perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbulkan rasa
cemas dan keletihan jiwa Begitu berat melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya
karena hal itu menghalangi dirinya dari merokok. Bahkan alangkah berat dirinya
berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan
asap rokok mengepul di hadapan mereka (dalil i’tibar).
C. Aspek-Aspek Perilaku
Merokok
Menurut Lavental
dan Cleary, perilaku merokok dapat dilihat dari empat aspek
perilaku merokok, yaitu fungsi merokok, tempat merokok, intensitas merokok dan
waktu merokok. Berikut penjelasannya:
- Fungsi merokok, individu yang menjadikan merokok sebagai penghibur bagi berbagai keperluan menunjukkan bahwa memiliki fungsi yang begitu penting bagi kehidupannya. Tomkins (Mu’tadin, 2002) fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan positif maupun perasaan negatif.
- Tempat merokok, individu yang melakukan aktivitas merokok di mana saja, bahkan di ruangan yang dilarang untuk merokok menunjukkan bahwa perilaku merokoknya sangat tinggi.
- Intensitas merokok, seseorang yang merokok dengan jumlah batang rokok yang banyak menunjukkan perilaku merokoknya sangat tinggi.
- Waktu merokok, seseorang yang merokok di segala waktu (pagi, siang, sore, malam) menunjukkan perilaku merokok yang tinggi. Seseorang yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca dingin, setelah dimarahi orang tua, dll.
Ada tiga indikator yang biasanya
muncul pada perokok :
1.
Aktivitas Fisik , merupakan
perilaku yang ditampakkan individu saat merokok . Perilaku ini berupa keadaan
individu berada pada kondisi memegang rokok , menghisap rokok , dan
menghembuskan asap rokok.
2.
Aktivitas Psikologis ,
merupakan aktivitas yang muncul bersamaan dengan aktivitas fisik . Aktivitas
psikologis berupa asosiasi individu terhadap rokok yang dihisap yang dianggap
mampu meningkatkan :
a)
Daya konsentrasi
b)
Memperlancar kemampuan
pemecahan masalah,
c)
meredakan ketegangan
d)
Meningkatkan kepercayaan diri
e)
Penghalau kesepian .
3. Intensitas merokok cukup tinggi , yaitu seberapa
sering atau seberapa banyak rokok yang dihisap dalam sehari .
Tiga aktivitas tersebut cenderung muncul
secara bersamaan walaupun hanya satu atau dua aktivitas psikologis yang
menyertainya.
D. Faktor Penyebab
Tomkins (dalam sarafino, 1994)
mengungkapkan empat alasan psikologis mengenai keputusan seseorang untuk tetap
merokok, yaitu :
a.
Pertama untuk mendapatkan efek
positif karena merokok adalah stimulasi, relaksasi, serta
kesenangan
b.
Kedua untuk mengurangi efek
negative, yaitu untuk menghindari kecemasan serta ketegangan
c.
Ketiga adalah kebiasaan yang
secara otomatis dilakukan tanpa kesadaran
d.
Keempat adalah dengan adanya
ketergantungan psikologis pada rokok untuk mengatur keadaan emosional negative
dan positif
Ada berbagai alasan yang dikemukakan
oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang merokok. Menurut Oskamp (Smet,
1994) mulai merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial : teman-teman,
kawan sebaya, orang tua, saudara-saudara dan media. Sedangkan menurut smet
(1994) menyatakan bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor sosio
cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi dan tingkat
pendidikan.
Menurut Lewin (Komalasari&Helmi,
2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga
disebabkan faktor lingkungan. Menurut Leventhal (Smet, 1994) merokok tahap awal
itu dilakukan dengan teman-teman (64%), seorang anggota keluarga bukan orang
tua (23%), tetapi secara mengejutkan bagian besar juga dengan orang tua (14%).
Hal ini mendukung hasil penelitian Komalasari dan Helmi (2000) yang mengatakan
bahwa ada tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan
psikologis, sikap permisif orangtua terhadap perilaku merokok remaja dan
pengaruh teman sebaya. Sedangkan hasil penelitian Wulandari (2007) mengatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada dewasa awal yaitu afeksi
negatif, lingkungan (teori belajar sosial), persepsi kontrol perilaku, sikap
dan norma-norma subyektif.
Riset
mengungkapkan sebanyak 54,59% remaja dan perempuan merokok dengan tujuan
mengurangi ketegangan dan stres. Lainnya beralasan untuk bersantai 29,36%,
merokok sebagaimana dilakukan pria 12,84%, pertemanan 2,29%, dan agar diterima
dalam kelompok 0,92%.
Menurut Brandon (1994) merokok
digunakan untuk mengatur afeksi, terutama afeksi negative yaitu perasaan sedih,
marah dan distress. Bahkan lebih dari setengah penyebab kambuhnya perilaku
merokok berhubungan dengan afeksi negative (Bliss, Garvey, Heinhold &
Hitchcock, 1989, Shiffman 1982; shiffman, Hickcock, Paty, Gnys, Richard&
Kassel, 1997)
Menurut
MU’tadin (2002) mengemukakan beberapa faktor yang menyebakan remaja merokok,
antara lain:
1.
Pengaruh Orangtua
Anak-anak
muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak
begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih
mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari
lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,
Pengantar psikologi, 1999:294). Remaja yang berasal dari keluarga konservatif
yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka
panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan
dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan penekanan pada falsafah
“kerjakan urusanmu sendiri-sendiri", dan yang paling kuat pengaruhnya
adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok berat,
maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok
lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single
parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka
merokok dari pada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja putrid.
2.
Pengaruh teman
Berbagai
fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari
fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi
terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi
perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu
atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.
3.
Faktor Kepribadian
Orang
mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari
rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Satu sifat
kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok)
ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes
konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang
memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999).
4. Pengaruh Iklan
Melihat
iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok
adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk
mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
Subanada (2004)
menyatakan faktor-faktor yang
menyebabkan perilaku merokok:
a.
Faktor Psikologis, merokok dapat menjadi sebuah cara bagi individu untuk santai dan
kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu,
stress, kebosanan dan ingin kelihatan gagah merupakan hal-hal yang dapat mengkontribusi
mulainya merokok. Selain itu, individu dengan gangguan cemas bisa menggunakan rokok untuk menghilangkan
kecemasan yang mereka alami.
b.
Faktor Biologis, faktor genetik dapat dapat mempengaruhi
seseorang untuk mempunyai ketergantungan terhadap rokok. faktor lain yang mungkin mengkontribusi
perkembangan kecanduan nikotin adalah merasakan adanya efek bermanfaat dari
nikotin. Proses biologinya yaitu nikotin
diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan
dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat,
memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya
pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur
adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus
seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan
rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan
perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada
nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan
berkurang
c.
Faktor Lingkungan yang berkaitan
dengan penggunaan tembakau antara lain orang tua, saudara kandung maupun teman
sebaya yang merokok, terpapar reklame tembakau, artis pada reklame tembakau di
media. Orang tua memegang peranan terpenting, selain itu juga reklame tembakau
diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih kuat daripada pengaruh orang tua
atau teman sebaya, hal ini mungkin karena mempengaruhi persepsi mahasiswa
terhadap penampilan dan manfaat rokok.
d.
Faktor Regulatori, peningkatan harga
jual atau diberlakukan cukai yang tingi, akan menurunkan pembelian dan
konsumsi. Pembatasan fasilitas untuk merokok, dengan menetapkan ruang/daerah
bebas rokok, diharapkan mengurangi konsumsi. Tetapi kenyataannya terdapat
peningkatan kejadian memulai merokok pada mahasiswa, walaupun telah dibuat
usaha-usah untuk mencegahnya.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang dapat
menyebabkan seseorang merokok, antara lain yaitu faktor eksternal, kepribadian,
psikologis, dan juga biologis.
E.
Perspektif Aliran Psikologi
1.
Menurut Perspektif Psikoanalisa
Individu menjadi seorang pecandu rokok disebabkan karena id yang besar sebagai
pengalihan dari permalahan yang dihadapi. Hal ini menyebabkan individu lebih
mengarah pada perilaku negatif yaitu merokok. Menurut perspektif psikoanalisa,
coping stres menjadi salah satu penyebab mengapa seseorang merokok. Merokok
dilakukan sebagai kompensasi, penekanan serta pengalihan perilaku akibat dari
stres dan kecemasan yang dialami individu.
2.
Menurut Perspektif Behaviour
Menurut persperktif behaviour, individu menjadi pecandu rokok kerena
kesalahan dalam proses belajar. Selain itu karena pengaruh lingkungan sekitar.
Dalam perpektif social learning, lingkungan
menganggap individu yang merokok merupakan lembang adri kejantanan dan individu
yang tidak merokok dipandag sebagai banci.
3.
Menurut Perspektif Kognitif
Pola pikir individu yang kurang tepat menyebabkan individu lebih memilih
untuk merokok dibandingkan dengan memilih untuk melakukan hal lain yang lebih
bermanfaat. Individu berpikir bahwa merokok merupakan perilaku yang baik dan
tidak akan menjadi masalah. Merokok akan membantu dalam menenangkan perasaan
penggunanya.
4.
Kepribadian
Tipe kepribadian individu mempengaruhi untuk menjadi perokok. Tipe
kepribadian tipe A merupakan tipe kepribadian yang rentan menjadi pecandu
rokok. Karena pada tipe ini, individu cenderung lemah dalam mengontrol emosi
dan menghadapi stres yang dialami
5.
Menurut Perspektif Islami
Didalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa kita sebagai manusia dilarang
untuk membahayakan diri sendiri dan
orang lain, merugikan diri dan melakukan hal sia-sia. Merokok merupakan hal yang
sia-sia dan dapat merugikan diri perokok maupun orang lain di sekitar perokok.
Selain itu akan menyebabkan kerugian pada kesehatan diri dan materi.
F.
Gejala
Dalam buku yang berjudul “Tobat
Merokok” ada beberapa gejala yang ditimbulkan dari seorang perokok, yaitu :
1.
Menguningnya gigi dan ujung
jari sebagaimana menguningnya kertas rokok yang dibakar
2.
Memiliki kulit yang pucat
3.
Memiliki rambut yabg kusut dan
mengeluarkan bau, layaknya asap rokok dan bahkan terkadang menguningnya kertas
rokok yang terbakar
4.
Munculnya kerutan pada dahi dan
sekitar ujung bibir yang disebabkan karena kebiasaan mengerutkan dikala sedang
merokok
5.
Munculnya kerutan hitam dibawah
mata
6.
Mengeringnya bibir dan berwarna
lembab karena lebih banyak diasupi oleh gas karbon monoksida dibandingkan
dengan oksigen yang sudah menjadi kebutuhan
7.
Hilangnya kejernihan mata dan
mata pun menjadi selalu memerah
8.
Seorang perokok selalu tampak
dalam keadaan buruk disaat ia sedang merokok
9.
Umumnya seorang perokok aktif
kehilangan berat badannya dan mudah terbawa emosi
G.
Onset
Perilaku merokok merupakan perilaku
yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya.
Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja bahkan anak-anak.
Sejumlah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai merokok antara umur 11
dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun menurut Lavental dan Cleary
(Smet, 1994).
Sebagian
besar remaja putri melihat iklan rokok di televisi 92,86% dan poster 70,63%.
Sebanyak 70% remaja dan perempuan juga mengaku melihat promosi rokok pada acara
pentas musik, olahraga, dan kegiatan sosial. Sebanyak 10,22% wanita berusia
13-15 tahun dan 14,53% wanita berusia 16-15 tahun pernah ditawari sampel rokok
gratis.
H.
Prevalensi
Secara umum konsumsi rokok di
Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam, dari 33 miliar batang per
tahun pada 1970, menjadi 230 miliar batang pada 2006. Prevalensi merokok di
kalangan orang dewasa meningkat 26,9 persen pada 1995, menjadi 35 persen pada
2004. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik, jumlah perokok pemula
(5-9 tahun) meningkat 400 persen, yakni dari 0,8 persen (2001) menjadi 1,8
persen (2004) dari keseluruhan anak usia 5-9 tahun. Dalam periode yang sama,
terjadi pula peningkatan jumlah perokok usia 10-14 tahun sebesar 21 persen,
yakni dari 9,5 persen menjadi 11,5 persen dari jumlah anak dalam rentang usia
tersebut. Peningkatan jumlah perokok juga terjadi pada kelompok usia 15-19
tahun, yakni dari 58,9 persen menjadi 63,9 persen dari jumlah anak dalam
rentang usia itu.
Survey
WHO menemukan lima juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit
degeneratif akibat rokok, seperti kangker paru dan jantung koroner, di
indonesia sendiri, survei demografi Universitas Indonesia mencatat 427.948
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit yang dipicu konsumsi rokok.
Menurut menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono. Bahwa 43
persen anak-anak di Indonesia merupakan perokok pasif.
Hasil analisis Data
Susenas 2001 menunjukkan bahwa prevalensi perokok secara nasional
sekitar 27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya pada laki-laki mengalami
kenaikan dibanding tahun 1995 dari 51,2% menjadi 54,5%. Sedang pada perempuan
sedikit menurun yaitu 2% pada tahun 1995 menjadi 1,2% tahun 2001. Prevalensi
mantan perokok relatif kecil baik secara keseluruhan (2,8%) maupun pada
laki-laki atau perempuan (5,3% pada laki-laki dan 0,3% pada perempuan).
Prevalensi perokok ini berbanding
terbalik dengan tingkat pendidikan. Pada laki-laki yang berpendidikan SD ke
bawah sekitar 74,8%, SLTP 70,9%, SMU 61,5% dan akademi/perguruan tinggi 44,2%.
Di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di perkotaan. Untuk itu promosi
pendidikan kesehatan harus disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat dengan
memakai media yang ada.
I.
Terapi
Program “anti
rokok” sebagai salah satu alternatif penanganan yang dilakukan untuk menangani
persoalan merokok sampai sekarang masih menjadi pertentangan. Hal-hal yang
mendukung penanganan merokok yaitu antara lain :
1. Dilakukannya kampanye “anti rokok” dapat dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan dalam merokok, karena ternyata program tersebut membawa hasil yang menggembirakan. Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara membuat berbagai poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk kampanye ini adalah sekolah-sekolah, televisi atau radio. Pesan-pesan yang disampaikan meliputi:
a.
Meskipun orang tuamu merokok,
kamu tidak perlu harus meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai
untuk membuat keputusan sendiri.
b.
Iklan-iklan merokok sebenarnya
menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu mulai belajar untuk tidak terpengaruh oleh
iklan seperti itu.
c.
Kamu tidak harus ikut merokok
hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak ajakan mereka untuk ikut
merokok.
d.
Perilaku merokok akan
memberikan dampak bagi kesehatan secara jangka pendek maupun jangka panjang
yang nantinya akan ditanggung tidak saja oleh diri kamu sendiri tetapi juga
akan dapat membebani orang lain (misal: orangtua
2. Motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok, akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan keluarga/orangtua.
3. Dukungan sosial baik dari keluarga atau masyarakat untuk berhenti merokok
4. Program iklan layanan masyarakat di TV tentang ajuran tidak merokok
5. Menampilkan tokoh idola atau model yang tidak merokok
Sedangkan faktor
penghambat dalam penanganan merokok antara lain: gencarnya iklan-iklan rokok di
media massa dan elektronik, sedikitnya informasi mengenai bahaya merokok di
media dan kegiatan-kegiatan besar yang banyak disponsori oleh rokok.
Secara umum penanganan yang dilakukan
dengan tindakan
kuratif lebih difokuskan pada penyadaran individu untuk berhenti merokok.dan
bertujuan untuk membantu perokok menghentikan atau menghilangkan kebiasaan
merokoknya melalui berbagai terapi yang sesuai. Tindakan kuratif lebih bersifat
terapi bagi perokok untuk menghilangkan kebiasaan merokok melalui beberapa
proses atau tahapan.
Ada dua syarat pokok sebelum
terapi,yaitu yang pertama adalah “niat”, perlu ditumbuhkan niat dalam diri
seseorang untuk mau berhenti merokok. Syarat yang kedua adalah adanya dukungan
dari orang-orang terdekat yang berpengaruh terhadap perokok, karena disamping
adanya keinginan dari dalam atau niat perlu juga dukungan dari luar atau
lingkungan terdekat. Disamping kontrol diri, adanya kontrol dari orang lain sangat
membantu kesuksesan perokok untuk berhenti merokok.
Ken Doss (Suwarti, 2007) memberikan
penjelasan tentang salah satu metode yang bisa diterapkan untuk membantu
perokok yang ingin berhenti dari kebiasaan merokok, yaitu dengan metode “warm
pheasant” melalui beberapa tahapan, yaitu:
Tahap I, merupakan tahap persiapan untuk berhenti merokok (biasanya berlangsung skitar 1 minggu), yaitu dengan cara:
a)
Menandai tanggal berniat untuk
“berhenti merokok” pada kalender seminggu sebelumnya
b)
Tiap batang rokok yang telah
dihisp ditandai dengan/ dan dimasukkan dalam bungkus rokok
c)
Setiap ada keinginan merokok
tundalah selama 10 menit
d)
Kumpulkanlah puntung-puntung
rokok yang telah dihisap dalam “botol puntung rokok”, pandangi dan pikirkanlah
ternyata begitu banyak rokok yang telah anda hisap selama seminggu.
Tahap II, merupakan tahap untuk berhenti merokok (kira-kira berlangsung
selama 1-2 munggu), yaitu dengan cara:
a)
Buang semua rokok dan peralatan
atau barang-barang yang berkaitan dengan rokok, misalnya asbak, korek api, dll
b)
Bila muncul keinginan merokok,
usahakan rileks, tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan secara perlahan-lahan.
Ulangi teknik ini selama 5-10 menit.
c)
Mengubah kebiasaan yang dapat
mengingatkan pada rokok, misalnya setelah makan langsung pindah tempat atau
melakukan aktivitas lain sebelum berfikir untuk mengambil rokok atau dengan
makan permen setelah makan.
d)
Jagalah tangan untuk selalu
sibuk dengan memegang sesuatu misalnya pena atau HP
e)
Membuat “bank rokok” yaitu
kumpulkan uang yang seharusnya untuk membeli rokok ditabung dan lihat berapa
jumlahnya uang yang terkumpul
f)
Hindari minum kopi atau alcohol
atau makanan yang mengandung kadar gula tinggi karena dapat menyebabkan
perubahan kimia dalam tubuh sehingga akan meningkatkan keinginan untuk merokok
g)
Memakai karet gelang untuk
menyentil tangan bila muncul keinginan untuk merokok
Tahap III, merupakan tahap hidup tanpa rokok (kira-kira sekitar 3 bulan waktu
yang dibutuhkan untuk berhenti merokok), yaitu dengan cara:
a)
Ingatlah selalu bahwa kecanduan
merokok “pasti berlalu”
b)
Selalu perbaharui komitmen
untuk menjauhi rokok setiap hari
c)
Hati-hati dengan penggoda (bisa
teman, sahabat atau pacar yang akan mengembalikan pada kebiasaan merokok)
d)
Berbicaralah dan carilah
dukungan dari teman-teman yang tidak merokok
e)
Buatlah daftar keuntungan yang
telah diperoleh selama berhenti merokok, misalnya: badan terasa lebih sehat,
makanan terasa lebih enak, baju tidak bau, hemat, dll
f)
Lakukan selalu teknik relaksasi
untuk mengurangi dorongan merokok dan mengubah kebiasaan-kebiasaan yang
mengarah ke kecenderungan merokok.
Selain “warm pheasant”, Soekadji (Suwarti, 2007)
mengemukakan metode lain yang biasa dipakai untuk membantu perokok yang
ingin berhenti dari kebiasaan merokok
yaitu token economic method. Metode token economic merupakan
suatu cara atau metode dengan memberikan token/keeping segera setelah
perilaku target dipenuhi, dimana keeping tersebut nantinya dapat ditukarkan
dengan reward atau hadiah tertentu yang mempunyai nilai bagi individu.
Penukaran token dengan reward dipilih reward yang sangat penting
atau memiliki arti khusus bagi si perokok. Sehingga reward tersebut
menjadi suatu motivator yang akan sangat membantu memperkuat subjek untuk
mendapatkan reward tersebut.
Metode token
economic tersebut akan lebih efektif apabila dipadu dengan teknik systematic
desensitization yaitu teknik penyusunan pengurangan perilaku target secara
bertahap atau sistematis. Systematic desensitization merupakan teknik
yang digunakan untuk menghapus perilaku dengan memunculkan perilaku/respon yang
berlawanan dengan perilaku yang ingin dihapuskan. Misalnya apabila individu
mampu untuk mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi setiap minggu, mampu
menahan keinginan untuk merokok pada beberapa situasi, maka akan mendapat token
menurut Corey (Suwarti, 2007).
Selama proses
penyembuhan ada 3 tahapan yang perlu dilakukan yaitu:
1.
permulaan:
adanya rapport antara terapis dengan subjek
2.
tengah:
proses terapi
3.
akhir:
evaluasi terhadap proses tersebut.
Selain terapi
tersebut, terapi lain yang dapat digunakan untuk menghentikan merokok dengan
menggunakan Theory of Planned Behaviour (teori
perilaku yang terencana) atau biasa disebut dengan TPB. Dalam TPB, perilaku
dapat diprediksi melalui niat (behavioral
intension). Niat untuk melakukan perilaku tersebut terdiri dari tiga
komponen, yaitu :
1. Sikap terhadap perilaku (attitude toward the specifik attention). Sikap
ini merupakan sikap terhadap perilaku dari kepercayaan akan hasil suatu
perilaku, misalnya jika saya merokok saya akan terlihat dewasa dan evaluasi
dari perilaku tersebut adalah bahwa terlihat dewasa akan lebih disukai.
2. Norma-norma subjektif terhadap perilaku (subjectif norms regarding the action). Norma-norma
subjektif terhadap perilaku timbul dari kepercayaan yang normatif. Sebagai
contoh, orang tua saya tidak ingin saya merokok. Hal ini dikombinasikan dengan
motivasi subjek untuk mematuhi norma-norma subjektif tersebut.
3. Persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control). Hal ini
merupakan persepsi kontrol perilaku mengacu pada keyakinan seseorang bahwa ia
dapat melakukan tindakan tersebut, misalnya saya dapat berhenti merokok.
Menurut
Husaini (dalam buku yang berjudul “Tobat Merokok”), ditemukan beberapa terapi
yang bisa digunakan untuk menghentikan kebiasaan merokok, antara lain :
- Psikoterapi
Salah satu
pengobatan terbaik yang dilakukan untuk menghentikan kebiasaan merokok adalah
dengan pengobatan secara berkelompok (group
therapy), yang di dalamnya individu-individu yang masih merokok dipertemukan
dengan individu lain yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokoknya.
Kemudian dilakukan diskusi antara kedua kelompok tersebut. Setiap individu yang
telah berhasil berhenti merokok, menceritakan pengalamannya kepada individu
lain yang belum berhasil untuk menghentikan kebiasaan merokoknya. Diskusi dan
dialog yang dilakukan dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam diri perokok
untuk bisa melepaskan diri dari kebiasaan merokok.
- Hipnotis
Cara ini
dilakukan berdasarkan titik kesadaran dalam diri pasien. Psikolog menggunakan
cara hipnotis untuk memberi keasadara dalam diri pasien akan bahaya yang
menghantuinya apabila ia tetap merokok. Selain itu, psikolog memberi penjelasan
tentag keuntungan yang didapatkan bila pecandu rokok tersebut berhasil
menghentikan kebiasaan merokoknya.
- Terapi Psikoanalisa
Terapi
psikoanalisa dilakukan dengan menggunakan konsep-konsep yang ada dalam teori
psikoanalisa yang dikemukakan oleh Freud. Dimana seorang individu yang merokok
dipengaruhi oleh alam bawah sadar (id). Terapi
ini memberikan batasan kepada individu tersebut tentang id yang dimilikinya dengan menghubungkan dengan ego dan superego.
Cara ini dilakukan bila
perokok sudah memasuki tahap akhir sebagai pencandu rokok berat, dimana
motivasi yang ada di dalam diri perokok berkaitan erat dengan masalah
psikologis yang melekat pada pikirannya.
- Dimensi Pendidikan
Cara ini
dilakukan dengan mengadakan dialog atau diskusi bahaya merokok serta
menjelaskan keuntungan bila seseorang tidak merokok. Ini dilakukan baik melalui
dialog langsung dengan atau tanpa adanya bedah buku yang berkaitan dengan
masalah tersebut, dengan tujuan untuk memberikan pencerahan atau insight dan menyadarkan diri perokok
dari bahaya-bahaya yang mengancamnya.
J.
Prevensi
Prevalensi
atau dengan kata lain merupakan tindakan preventif/pencegahan
agar individu tidak merokok. Hal ini bertujuan untuk mencegah semakin meningkatnya
kecenderungan untuk merokok dan meluasnya pemakai rokok. Adapun tindakan yang
dilakukan antara lain:
a. Diadopsinya FCTC (Frame
Convention on Tobacco Control) oleh 192 negara anggota WHO (termasuk
Indonesia) pada tanggal 21 Mei 2003. FCTC merupakan suatu perjanjian
internasioanl pertama di bidang kesehatan masyarakat, yang isinya antara lain
perlindungan terhadap perokok pasif dalam bentuk pelarangan merokok secara
total di tempat-tempat umum, adanya peraturan perundngan misalnya dengan
pelarangan penjualan rokok pada orang yang usianya dibawah 18 tahun dan juga
pelarangan penjualan rokok oleh orang yang berusia dibawah 18 tahun.
b. Dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah no. 18/1999 tentang pengamatan rokok bagi kesehatan.
c. Menurut Prabandari
(Suwarti, 2007) tindakan preventif dapat dilakukan dengan pembuatan modul untuk
penanggulangan perilaku merokok, disusunnya materi untuk pendidikan kesehatan,
dicanangkannya program “anti rokok” di sekolah dan tempat-tempat pelayanan
kesehatan. Amstrong (Suwarti, 2007) menjelaskan tentang pentingnya dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat luas sebelum terjerumus dalam bahaya rokok.
d. Usaha pendidikan
kesehatan di rumah, misalnya dengan adanya diskusi antara orangtua dengan anak
tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan, pemberian contoh oleh orangtuanya
dengan tidak merokok dan menciptakan lingkungan keluarga yang bebas rokok.
e. Usaha pendidikan
kesehatan di sekolah, misalnya dengan diadakan kampanye anti merokok melalui
seminar dan penyebaran leaflet maupun stiker di tempat-tempat umum. Pemerintah
Indonesia mencanangkan “sehari tidak merokok” yang diikuti dengan
dikeluarkannya instruksi nomor 401 tahun 1990 tentang “Lingkungan sekolah
tingkat SD, SLTP, dan SLTA sebagai daerah bebas rokok”.
Dalam buku yang berjudul “Tobat
Merokok” prevensi yang dapat dilakukan antara lain :
1.
Larangan menanam tembakau
2.
Larangan memproduksi rokok dan
mengalihkan produksi yang ada kepada sesuatu yang lebih bermanfaat
3.
Larangan mengiklankan rokok
4.
Larangan merokok di
tempat-tempat umum, khususnya lembaga pemerintahan dan lembaga pendidikan
5.
Larangan eksprt import rokok
6.
Menertibkan kampanye gerakan
anti rokok dan meninformasikan bahaya rokok pada khalayak umum secara
besar-besaran
7.
Memberantas kebiasaan merokok
melalui media bacaan
8.
Menyusun buku yang memaparkan
bahaya rokok dan meningkatkan kewaspadaan pembacaan akan hal itu
9.
Memasukkan kajian khusus
tentang rokok dan bahayanya dalam kurikulum pembelajaran khususnya bagi pelajar
di usia remaja
10.
Memasukkan tema bahaya merokok
dan hokum islam tentangnya di berbagai lini usia pembelajaran sebagai satu
pendidikan agama islam
11.
Menambahkan cukai bagi rokok
hingga dengan demikian menaikkan harga rokok itu sendiri, sehingga masyarakat
enggan untuk membeli
K.
Kualitas Hidup
Studi
yang dilakukan oleh Dr. Arto Y. Stranberg dan timnya dari Universitas Helsinki Finlandia, menyebutkan bahwa pria perokok, selain berpeluang
besar mati muda, memiliki kualitas hidup buruk seperti orang yang berusia 10 tahun
lebih tua. Bahkan, penurunan kualitas hidupnya terus berlangsung meski telah
berhenti merokok dalam American Journal
of Ophthalmology (1995).
Menurut Stranberg, efek
negatif yang besar terutama terlihat di kalangan perokok berat (lebih dari 20
batang rokok per hari) yang kehilangan sekitar 10 tahun dari angka harapan
hidup mereka. Mereka yang berhasil bertahan akan mengalami penurunan kualitas
hidup yang signifikan.
Studi yang dimuat dalam Archives of Internal Medicine edisi
13 Oktober itu menganalisis data 1.658 pria yang lahir pada 1919–1934, yang
diwawancarai pada 1974. Dua puluh enam tahun kemudian didapatkan data 372 orang
telah meninggal. Para peneliti menyimpulkan pria yang tidak pernah merokok
memiliki hidup rata-rata 10 tahun lebih lama ketimbang pria yang merokok lebih
dari 20 batang per hari.
Stranberg menyatakan bahwa merokok
tidak hanya faktor risiko untuk penyakit dan kematian di masa depan. Ini ada di
kehidupan sehari-hari perokok. Makin dini seseorang berhenti makin baik. Opsi
terbaik adalah tidak memulainya sama sekali.
L.
Contoh Kasus
Andi adalah
seorang laki-laki berusia 30 tahun. Dia mulai merokok diusia 13 tahun, tepatnya
ketika duduk di bangku SMP. Setiap pertambahan usianya, aktivitas perilaku
merokok yang dilakukan oleh Andi semakin meningkat. Pada waktu itu, dia dapat
menghabiskan 3-4 bungkus rokok dalam sehari, dan kemudian hingga suatu hari dia
jatuh sakit. Dia mengeluhkan bahwa batuk yang dirasakannya telah berhari-hari
tak kunjung sembuh, mengalami gangguan pernafasan juga, padahal dia sudah
meminum obat generic untuk batuk secara teratur. Semakin hari, nafasnya semakin
sesak seperti menghirup udara yang begitu berat.
Dokter
memvonisnya terkena kanker paru-paru. Hal tersebutlah yang menyebabkan
pernafasan Andi berjalan secara tidak baik dan tidak sehat. Peristiwa tersebut memberikan bukti bahwa
dampak rokok sangatlah tidak baik untuk kesehatan individu manusia itu sendiri.
Selain itu, kasus lainnya yaitu banyak wanita yang percaya
bahwa rokok dapat membantu menurunkan berat badan. Sehingga banyak dari wanita
yang menjadi perokok bahkan menjadi perokok berat.
M. Dinamika psikologis
Adanya faktor-faktor penyebab perilaku merokok seperti faktor eksternal,
faktor kepribadian dan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi seseorang
untuk merokok. Misalnya dari faktor eksternal, bisa dari orangtua, teman,
iklan, dll. Sedangkan faktor kepribadian yaitu sifat kepribadian yang bersifat
prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas social.
Dan faktor psikologis misalnya untuk
menghasilkan reaksi emosi positif (kenikmatan), untuk mengurangi reaksi emosi negatif (cemas, tegang), dll.
Faktor-faktor tersebut yang dapat
memyebabkan seseorang berperilaku merokok, dari perilaku merokok dapat
menimbulkan dampak positif maupun negative. Dimana dampak positif dari perilaku
merokok adalah merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi
kesehatan. Graham (Ogden, 2000) menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan
merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi
keadaan-keadaan yang sulit. Smet (1994) menyebutkan keuntungan merokok
(terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi,
dukungan social dan menyenangkan.
Dampak negatifnya, merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negative
yang sangat berpengaruh bagi kesehatan (Ogden, 2000). Merokok bukanlah penyebab
suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh
dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya
jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit dapat
dipicu karena merokok dimulai dari penyakit di kepala sampai dengan di telapak
kaki, antara lain: penyakit kardiolovaskular, neoplasma (kanker), saluran
pernafasan, peningkatan tekanan darah, penurunan vertilitas (kesuburan) dan
nafsu seksual, sakit mag, gangguan pembuluh darah, penglihatan kabur
(ambliyopia), kulit menjadi kering, pucat dan keriput serta polusi udara dalam
ruangan.
N. Bahaya Merokok
Bila seseorang membakar kemudian menghisap rokok, maka
individu tersebut akan sekaligus mengisap bahan-bahan kimia yang terkandung didalam rokok. Bila rokok
dibakar asapnya, maka asapnya juga akan beterbangan di sekitar si perokok. Asap
yang beterbangan itu juga mengandung bahan yang berbahaya, dan bila asap itu
dihisap oleh orang yang ada di sekitar si perokok maka orang itu juga akan
menghisap bahan kimia berbahaya ke dalam dirinya, walaupun individu tersebut
tidak merokok. Bahan-bahan kimia itulah yang kemudian menimbulkan berbagai
penyakit. Menurut Johnson (2007) ada
sekitar 25 jenis penyakit yang ditimbulkan karena merokok seperti emfisema,
kanker paru, bronchitis kronis, dan penyakit paru lainnya. Dampak lainnya
adalah terjadinya penyakit jantung koroner, peningkatan kolesterol darah, berat
badan lahir rendah pada bayi ibu perokok, keguguran, dan bayi lahir mati.
Beberepa risiko kesehatan bagi perokok berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional tahun (Johnson, 2005) antara lain :
1.
Di
Indonesia rokok menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik dan
emfisima pada tahun 2001.
2.
Rokok
merupakan penyebab dari sekitar 5 % stroke di Indonesia.
3.
Wanita
yang merokok mungkin mengalami penurunan atau penundaan kemampuan hamil, pada
pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%.
4.
Ibu hamil
yang merokok selama masa kehamilan ataupun terkena asap rokok dirumah atau di
lingkungannya beresiko mengalami proses kelahiran yang bermasalah.
5.
Seorang
bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar
20-30% lebih tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan perokok dan
juga risiko mendapatkan penyakit jantung.
6.
Lebih dari
43 juta anak Indonesia berusia 0-14 tahun tinggal dengan perokok di
lingkungannya mengalami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena
infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga dan asma.
Semakin tinggi kadar bahan berbahaya
dalam
satu batang rokok, maka semakin besar kemungkinan seseorang menjadi sakit kalau
menghisap rokok itu. Secara umum, penyakit-penyakit seperti kanker, penyakit
jantung, dan lain-lain akan diderita setelah mengisap rokok selama 10-20 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan mengenai rokok yaitu silinder dari kertas berukuran panjang antara 70
hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang
berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah, yang didalamnya terdapat bahan kimia yang berbahaya yang dapat
menggangu kesehatan serta memiliki sisi positif maupun negatif.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas
membakar rokok dan kemudian menghisapnya
dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan asap yang
dapat terhisap oleh orang-orang disekitanya serta dapat
menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang
disekitarnya.
Menurut
MU’tadin (2002) mengemukakan beberapa faktor yang menyebakan remaja merokok,
antara lain :
1.
Pengaruh Orangtua
2.
Pengaruh teman
3.
Faktor Kepribadian
4.
Pengaruh Iklan
Subanada (2004)
menyatakan faktor-faktor yang
menyebabkan perilaku merokok :
1.
Faktor Psikologis
2.
Faktor Biologis
3.
Faktor Lingkungan
4.
Faktor Regulatori
Secara umum konsumsi rokok di
Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam, dari 33 miliar batang per
tahun pada 1970, menjadi 230 miliar batang pada 2006. Prevalensi merokok di
kalangan orang dewasa meningkat 26,9 persen pada 1995, menjadi 35 persen pada
2004. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik, jumlah perokok pemula
(5-9 tahun) meningkat 400 persen, yakni dari 0,8 persen (2001) menjadi 1,8
persen (2004) dari keseluruhan anak usia 5-9 tahun. Dalam periode yang sama,
terjadi pula peningkatan jumlah perokok usia 10-14 tahun sebesar 21 persen,
yakni dari 9,5 persen menjadi 11,5 persen dari jumlah anak dalam rentang usia
tersebut. Peningkatan jumlah perokok juga terjadi pada kelompok usia 15-19
tahun, yakni dari 58,9 persen menjadi 63,9 persen dari jumlah anak dalam
rentang usia itu.
Prevalensi perokok ini berbanding
terbalik dengan tingkat pendidikan. Pada laki-laki yang berpendidikan SD ke
bawah sekitar 74,8%, SLTP 70,9%, SMU 61,5% dan akademi/perguruan tinggi 44,2%.
Di daerah perdesaan lebih banyak dibanding di perkotaan. Untuk itu promosi
pendidikan kesehatan harus disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat dengan
memakai media yang ada.
B.
Saran
Saran bagi
orangtua agar memberikan pengasuhan, pendidikan dan lingkungan sekitar yang
terbaik bagi anak-anaknya untuk menghindarkan perilaku negatif pada diri anak.
Selain itu sebaiknya pemerintah lebih menegaskan bahaya rokok agar tidak ada
lagi korban yang ditimbulkan akibat bahaya rokok.
Daftar pustaka
Komalasari, D
& Helmi, A.F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal
Psikologi UGM . No. 2
Mu’tadin, Z.
2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologi Pada Remaja. www.e-psikologi.com (diakses pada tanggal 8 Maret 2010)
Chaplin.
2007. Kamus Psikologi. Jakarta :
Pustaka Pelajar
Sindo,
2008. Remaja Merokok, Salah Lingkungan?. http://m.okezone.com (diakses
pada tanggal 8 Maret 2010)
Definisi perilaku merokok. wikipedia.com (diakses tanggal
8 Maret 2010)
Sitepoe, M.
2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Nasution,
KI. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Medan : Universitas Sumatra Utara Medan
Atom. 2006. Perilaku Merokok pada Remaja. kumpulblogger.com (diakses tanggal 8 Maret 2010)
Rahmad.
2005. Fatwa Ulama Tentang Hukum Merokok. al_islam.chm (diakses tanggal 8 Maret 2010)
Aditama,
Y. 1997. Rokok dan Kesehatan (Edisi
Ketiga). Jakarta : UII Pres
Becker, J.
Tips Cerdas Agar anak Anda Berhenti
Merokok. PT. Prestasi Pustaka
Husaini,
A. (2006). Tobat Merokok (Rahasia dan
Cara Empatik Berhenti Merokok). Pustaka Iman
Nainggolan,
DR. (2006). Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti
Berhasil. Bandung : Indonesia Publishing House
Karman dan
Suyasa, S. (2004). Stress, Perilaku
Merokok dan Tipe Kepribadian, Jurnal pronesis. Vol. 6 No. 11 Hal 19-39
Komasari
dan Helmi, F. (2000). Faktor-Faktor
Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi. No. 1 Hal 37-47
Nashori, F
dan Indirawati, E. (2007). Peranan
Perilaku Merokok Dalam meningkatkan Suasana Hati Negatif (Negative Mood States)
Mahasiswa. Jurnal psikologi Proyeksi. Vol. 2 No. 2 Hal 13-24
Wulandari,
D. (2007). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Merokok Dewasa Awal. Jurnal Arkhe. Yh. 2 No. 2 Hal
91-100
MAKALAH
SEMINAR PSIKOLOGI KLINIS
PERILAKU MEROKOK
Disusun oleh :
Viannisa Dianerizki (07 320 144)
Dwiriasti Yusti (07 320 154)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2010
yang menyatakan merokok adalah prilaku merokok itu da g ya?
BalasHapus