CA PARU
A.
PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price,
Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood,
Patologi, 2000).
B.
ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi
ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden
kanker paru :
1.
Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik
yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh
batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini
mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya
akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2.
Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.
3.
Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite
(paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan
dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4.
Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai
angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan
walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam
atmosfer di kota.
( Thomson,
Catatan Kuliah Patologi,1997).
5.
Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni :
a.
Proton oncogen.
b.
Tumor suppressor gene.
c.
Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker
dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi
agresif pada jaringan sekitarnya.
Predisposisi Gen supresor
tumor
Inisitor
Delesi/
insersi
Promotor
Tumor/
autonomi
Progresor
Ekspansi/
metastasis
6.
Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C.
KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1.
Karsinoma Bronkogenik.
a.
Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini
berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia,
atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya
tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b.
Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya
terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel
– sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini
ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran
hematogen ke organ – organ distal.
c.
Adenokarsinoma
(termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan
susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan
timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik.
Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis
yang jauh.
d.
Karsinoma sel besar.
Merupakan sel
– sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul
pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e.
Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f.
Lain – lain.
1). Tumor
karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor
kelenjar bronchial.
3). Tumor
papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor
campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak
terklasifikasi.
7).
Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
D.
MANIFESTASI
KLINIS.
1.
Gejala awal.
Stridor lokal
dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2.
Gejala umum.
a.
Batuk
Kemungkinan
akibat iritasi yang disebabkan oleh massa
tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder.
b.
Hemoptisis
Sputum bersemu
darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c.
Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E.
STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru:
1986 American Joint Committee on Cancer.
Gambarn TNM
|
Defenisi
|
Tumor primer (T)
T0
Tx
TIS
T1
T2
T3
T4
Kelenjar limfe regional (N)
N0
N1
N2
N3
Metastasis jauh (M)
M0
M1
Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0
Stadium 0 TISN0M0
Stadium I T1N0M0
T2N0M0
Stadium II T1N1M0
T2N1M0
Stadium IIIa T3N0M0
T3N0M0
Stadium IIIb Setiap T N3M0
T4 setiap NM0
Stadium IV Setiap T,
setiap N,M1
|
Tidak terbukti adanya tumor
primer
Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus
tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi
Karsinoma in situ
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura
viseralis yang normal.
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke
hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding
dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau
dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau
mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra,
atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.
Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus
ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe
subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus
kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular
ipsilateral atau kontralateral.
Tidak diketahui adanya metastasis jauh
Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).
Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan
adanya tumor primer atau metastasis.
Karsinoma in situ.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis
pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya
metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis
pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis
jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau
mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau
supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau
tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.
|
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
F.
PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur –
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak,
tulang rangka.
G.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK.
1.
Radiologi.
a.
Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta
Tomografi dada.
Merupakan
pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse
pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b.
Bronkhografi.
Untuk melihat
tumor di percabangan bronkus.
2.
Laboratorium.
a.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan
untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat
dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat
dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3.
Histopatologi.
a.
Bronkoskopi.
Memungkinkan
visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma
bronkogenik dapat diketahui).
b.
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan
TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c.
Torakoskopi.
Biopsi tumor
didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d.
Mediastinosopi.
Umtuk
mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e.
Torakotomi.
Totakotomi
untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non
invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.
Pencitraan.
a.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru
dan pleura.
b.
MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
H.
PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a.
Kuratif
Memperpanjang
masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b.
Paliatif.
Mengurangi
dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d.
Supotif.
Menunjang
pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit
Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
- Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1.
Toraktomi eksplorasi.
Untuk
mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2.
Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma
bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma
bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4.
Resesi segmental.
Merupakan
pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5.
Resesi baji.
Tumor jinak
dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
6.
Dekortikasi.
Merupakan
pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
- Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
- Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
I.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1.
PENGKAJIAN.
a.
Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/
istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas
ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang
diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel
kecil).
Peningkatan
frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/
cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk,
penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/
peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot
(tahap lanjut)
Edema wajah/
leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam
urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/
kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap
dini dan tidak selalu
pada tahap
lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/
tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen
hilang timbul.
7).
Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari
biasanya dan atau
produksi
sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang
terpajan polutan, debu industri
Serak,
paralysis pita suara.
Riwayat
merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan
fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/
mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi
menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan,
kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9).
Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik,
karsinoma sel
besar)
Amenorea/
impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10).
Penyuluhan.
Gejala :
Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan
untuk membaik.
b.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
-
Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit
pasien.
-
Frekuensi dan irama jantung.
-
Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit
serum, Hb dan Ht).
-
Pemantauan tekanan vena sentral.
-
Status nutrisi.
-
Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas
atas di sisi yang di operasi.
-
Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas
atau istirahat.
Gejala :
Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut
nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala :
menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak,
karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan
dan cairan.
Gejala : Mual
atau muntah
5).
Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah
tingkat anastesi.
6). Nyeri dan
ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a.
Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi,
2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan
pertukaran gas
Dapat
dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria
hasil :
-
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam
kemampuan/ situasi.
Intervensi
:
a)
Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan
frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi
adanya tahanan jalan nafas.
b)
Catat ada atau
tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau
tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area
jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler.
Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan
dengan mukus/ edema serta tumor.
c)
Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi
sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan
daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi
pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran.
e)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi.
Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi.
2). Bersihan
jalan nafas tidak efektif.
Dapat
dihubungkan :
- Kehilangan
fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan
jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya
tahanan jalan nafas
Kriteria
hasil :
- Menyatakan/
menunjukkan hilangnya dispnea.
-
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan
sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan
nafas.
Intervensi
:
a) Catat perubahan upaya dan
pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan
pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan
ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama
sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk
(misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik
sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah
tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin
banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/
kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas
paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping
merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme
bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan
pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3).
Ketakutan/Anxietas.
Dapat
dihubungkan :
- Krisis
situasi
- Ancaman
untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor
psikologis.
Kriteria
hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk
mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah
dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan
gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan
atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan
tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan
relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan
teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien
menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien
terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/
takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk
mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan
adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan
kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat
dihubungkan :
- Kurang
informasi.
- Kesalahan
interpretasi informasi.
- Kurang
mengingat.
Kriteria
hasil :
-
Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
-
Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program
aktivitas.
-
Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
memerlukan perhatian medik.
-
Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi
:
a)
Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak
informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat
sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk
penerimaan informasi/ tugas baru.
b)
Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang
aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c)
Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan
makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat
biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan
peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan
pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk
terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan
regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,
1999).
1). Kerusakan
pertukaran gas.
Dapat
dihubungkan :
- Pengangkatan
jaringan paru
- Gangguan
suplai oksigen
- Penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria
hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a)
Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan.
Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri
atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b)
Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas
tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara
pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien
lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c)
Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan
memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi
ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d)
Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi
duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase
sekret.
e)
Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas
bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan
oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan
jalan nafas tidak efektif
Dapat
dihubungkan :
- Peningkatan
jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan
gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/
kelelahan.
Kriteria
hasil :
Menunjukkan
patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas,
dan pernafasan tak bising.
Intervensi
:
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi
nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi
menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/
instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan
menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru
maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang
sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan
karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna /
berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per
oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk
mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk
memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri
(akut).
Dapat
dihubungkan :
- Insisi
bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya
selang dada.
- Invasi
kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria
hasil :
- Melaporkan
neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak
rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
-
Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi
:
a) Tanyakan pasien tentang
nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala
nyeri karena kanker. Penggunaan skala
rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk
evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan
non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/
non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan
intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab
nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman
untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress,
ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan
tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan
otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan
kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan
pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat
dihubungkan:
-
Krisis situasi
-
Ancaman/ perubahan status kesehatan
-
Adanya ancman kematian.
Kriteria
hasil :
-
Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
-
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan
wajah tampak rileks/ istirahat
-
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi
:
a)
Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat
tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan
mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola
hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b)
Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong
mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka
atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c)
Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan
emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan
kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan
kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e)
Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan
perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa
perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam
menerima pengobatan dan diagnosa.
f)
Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi
bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat
dihubungkan :
-
Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
-
Salah interperatasi informasi.
-
Kurang mengingat
Kriteria
hasil :
-
Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program
pengobatan.
-
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan
menjelaskan alas an tindakan tersebut.
-
Berpartisipasi dalam proses belajar.
-
Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi
:
a)
Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan
hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu,
membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi
dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk
memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi.
b)
Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur
pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam
diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis
tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat
komplikasi.
c)
Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi
perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan
kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga
memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit
stres.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan
Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar